Jumat, 25 Maret 2016

Saya Gelisah

                      Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti dari gelisah adalah tidak tentram atau merasa khawatir (tentang suasana hati). Dalam hal ini  saya sering merasa gelisah, khawatir tentang apa yang sering saya lihat. Melihat dan mengamati perilaku, dan kebiasaan yang dilakukan masyarakat Indonesia, masyarakat Jogja, serta keluarga saya sendiri. Ada beberapa perilaku yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat di bangsa kita. Walaupun terlihat ringan namun selalu menjadi permasalahan yang berdampak besar pada masyarakat sendiri. Banjir dan masa depan anak-anak yang buruk merupakan contoh dari dampak hal-hal kecil yang biasa kita lakukan. Berikut ini adalah beberapa kegelisahan saya.

                Saya Gelisah dengan Pengendara Motor
        Secara tidak sadar saya suka mengamati perilaku manusia-manusia dimanapun dan kapan pun, termasuk saat saya sedang dalam perjalanan ke Kampus 1 UTY Jombor. Sedikit bercerita, saya adalah mahasiswa Sistem Komputer angkatan 2013 di Universitas Teknologi Yogyakarta. Dari rumah saya di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, saya sering menggunakan rute Ringroad Selatan lalu menuju Ringroad Barat yang otomatis akan melintasi jalan Wates. Saya mengamati sangat banyak pengendara sepeda motor yang sadar atau mungkin setengah sadar atau mungkin juga pura-pura buta yang mencuri kenyamanan pejalan kaki dengan menggunakan trotoar untuk mengatasi kemacetan yang sering terjadi di jalan tersebut. Secara tidak disadari, sang pengendara motor  tersebut telah merampas hak penjalan kaki.
Padahal sudah tertulis di Peraturan Pemerintah Jalan Pasal 34 ayat (1), ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Lebih lanjut, ruang manfaat jalan itu hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran jalan, trotoar, lereng ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan  bangunan pelengkap lainnya. [Pasal 34 ayat(3) PP Jalan]. Ditegaskan pada ayat (4) yang berbunyi :
“Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3)  hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki”
Lalu siapa lagi yang harus disalahkan? Apakah pemerintah jogja yang gagal menagtasi kemacetan yang sering terjadi disana, sehingga banyak pengendara motor yang tega mengambil hak pejalan kaki? Saya kira tidak, karena menurut saya sebak-baiknya kepemerintaan suatu daerah tidak akan merubah apapun dari daerah tersebut jika penduduknya tidak mendukung upaya pemerintahan tersebut. Lalu, kapankah masyarakat kita akan sadar tentang hak orang lain tersebut?
Untuk mengatasi hal ini, masyarakat kita harus peka tentang kenyamanan orang lain menggunakan fasilitas umum. Lebih peduli dengan orang lain dan merubah pola pikir masyarakat kita. Serta adanya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat dengan mensosialisasikan tentang hal ini dan menjadikan budaya baru bagi masyarakat kita yang lebih peduli akan kenyamanan orang lain.

                Saya Gelisah dengan Sampah yang Selalu Ada di Setiap Mata Memandang
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia sampah dapat diartikan barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi dan sebagainya.Sebenarnya jika membahas sampah ada berbagai jenis macamnya, seperti sampah masyarakat dan sampah visual. Namun jika menurut kaca mata ilmu biologis sampah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1.       Sampah Organik yang berarti sampah yang berasal dari alam. Contohnya adalah daun  kering, sisa makanan, kotoran hewan kotoran manusia.
2.       Sampah Anorganik yang berarti sampah sisa manusia yang sulit diuraikan bakteri sehingga memerlukan waktu yang sangat lama(hingga ratusan tahun) untuk dapat terurai. Contohnya plastik dan kaleng minuman ringan.
Namun pada kenyataannya jangankan membedakan sampah anorganik dengan sampah organik, membuang sampah pada tempatnya yang diajarkan ibu guru TK dan PAUD kita saja tidak sanggup. Masyarakat kita masih sangat menyepelekan tentang masalah ini.
Menurut pengamatan saya, barang yang paling sering dibuang sembarangan adalah puntung rokok. Selain asap dari rokok yang sudah jelas dapat mengakibatkan kanker pada diri sendiri dan orang lain, puntung bekas rokok juga menjadi masalah sendiri pada lingkungan. Karna menurut penelitian, membutuhkan waktu selama 10(sepuluh) tahun agar puntung rokok dapat terurai. Dan jika puntung rokok tersebut harus terurai oleh tanah, maka tanah tersebut akan tercemar oleh bahan kimia yang terdapat didalam puntung rokok tersebut.
Saya termasuk mahasiswa yang aktif di organisasi jurusan saya yang otomatis harus sering bolak-balik kampus 1 dan kampus 2 UTY. Ketika di kampus 2 saya sering duduk untuk sekedar melepas penat di dekat yang katanya kolam ikan, namun bagi saya kolam tersebut bukan kolam ikan, melainkan kolam rokok karna cukup banyak puntung rokok yang sengaja dibuang tuannya ke dalam kolam tersebut. Saya yakin kolam yang bersandingan dengan pohon-pohon besar tersebut dirancang oleh sang arsitektur untuk menghias dan mempercantik kampus 2 tercinta, dan bukan sebagai tempat pembuangan puntung rokok. Dengan dibuangnya puntung rokok ke dalam kolam, maka status si puntung rokok memiliki dua macam jenis. Yaitu sampah anorganik karna sulit diuraikan alam dan sampah visual karna menggangu view kampus tersebut. Saya piker inilah perbedaan mahasiswa Indonesia dengan mahasiswa Singapura… to be Continue