Televisi. Salah satu media penghubung bangsa. Wadah dari segala informasi, hiburan, serta berbagai berita keadaan kehidupan sosial terbaru. Kita memang tidak mungkin bisa mengetahui setiap hal yang terjadi di seluruh belahan dunia. Di sinilah televisi seharusnya menjalani peran utamanya, menjadi mata dan telinga bagi setiap orang. Namun apa jadinya jika mata dan telinga itu justru menyajikan sesuatu yang sama sekali tidak ada manfaatnya? Seolah-olah mata dan telinga itu menjadi buta dan tuli.
Satu polemik yang kahir-akhir ini sedang booming adalah bermunculannya kisah-kisah sinetron yang mengangkat cerita fiksi dan dunia percintaan. Saya tidak ingin menyebut satu judul atau televisi mana yang menjadi aktornya. Tanpa menyebutnya pun pasti para pembaca sudah banyak yang mengetahuinya. Bukan masalah ide kreatifitas atau jalan cerita yang ingin saya garis bawahi di sini, meskipun banyak yang beranggapan bahwa sinetron-sinetron itu mengadopsi cerita dari film-film barat dan mendaur-ulangnya menjadi tontonan nusantara. Namun tentang bagaimana acara ini dikemas, disajikan, serta sikap para pihak berwenang yang seperti mati suri. Kisah yang diangkat adalah tentang lika-liku dunia remaja, lengkap dengan pemerannya yang juga adalah para remaja BERSERAGAM SEKOLAH. Settingnya adalah instansi pendidikan dan tokohnya adalah orang-orang yang biasa disebut PELAJAR. Namun hal-hal yang diexpose justru jauh dari semua itu. PACARAN, NONGKRONG, NANGIS, dan bahkan PERKELAHIAN. PANTASKAH...???!! Dengan iming-iming para tokoh yang berwajah ganteng dan cantik, sehingga mampu membius para pemirsa televisi di seluruh negeri. Namun apa jadinya jika itu semua dipertontonkan pada anak-anak, para pelajar, SD, SMP? Dan bahkan DITAYANGKAN PADA JAM BELAJAR atau JAM KUMPUL KELUARGA! Seolah-olah mereka menerima bayaran jutaan rupiah hanya untuk meracuni kehidupan dan menghancurkan masa depan generasi muda Indonesia dengan hal-hal negatif. Bagaimana jika seluruh cerita fiksi tersebut diperankan dalam kisah nyata oleh pelejar-pelajar kita, generasi-generasi muda kita? What the h*ll is these sh*ts..??! Akibatnya sekarang banyak bermunculan kasus-kasus kekerasan, tindak asusila, dan lain sebagainya. Anak SD yang sudah berani melakukan hubungan pacaran, bahkan mengunggah foto-foto yang tidak pantas di media sosial. Tanpa sadar mereka telah meniru setiap adegan yang ada di acara-acara tersebut. Lalu mau jadi apakah mareka nanti?
Percuma menggembar-gemborkan WAJIB BELAJAR 9 TAHUN, STOP KEKERASAN, dan berbagai slogan-slogan indah lainnya jika masih terus mempertontonkan tayangan-tayangan seperti ini. TIDAK ADA GUNANYA! Pihak berwenang harus sigap dan tegas dalam mengambil tindakan, serta benar-benar obyektif dan pintar dalam menyikapi hal ini. Kartun yang menjadi hiburan anak-anak dilarang tayang, tapi acara-acara seperti ini justru masih bebas berkeliaran. Apakah memang seperti itu standarnya..??! Ada lagi acara yang justru mengekspose budaya negara lain. Untuk apa itu? Apakah di negara kita tidak ada kebudayaan? Apakah tradisi di negara kita telah dilupakan? Negara kita adalah negara dengan sejuta tradisi dan budaya. Itu adalah warisan kita, pusaka yang harus kita jaga dan lestarikan. Apakah kita hanya akan terus diam dengan semua keadaan ini? Setiap orang diseluruh pelosok negeri ini selalu mengaku bahwa bangsanya telah merdeka. Merdeka dari apa? Tanpa kita sadari kita masih terus terbelenggu dalam rantai PENJAJAHAN! APAKAH KITA HANYA AKAN TERUS DIAM DENGAN SEGALA BENTUK BELENGGU RANTAI PEMBODOHAN INI? BUKA MATA, BUKA TELINGA! Putuskan rantai pembodohan ini, perbaiki dunia penyiaran Indonesia. Sajikan acara-acara yang berkualitas, acara yang bermanfaat, acara yang mampu mendidik generasi muda kita, acara yang mampu berbicara bahwa kita adalah INDONESIA. MERDEKA..!!!
Penulis : Joko Riyono
NIM : 5131011010 :v