Dalam
kamus besar bahasa Indonesia arti dari gelisah adalah tidak tentram atau merasa
khawatir (tentang suasana hati). Dalam hal ini
saya sering merasa gelisah, khawatir tentang apa yang sering saya lihat.
Melihat dan mengamati perilaku, dan kebiasaan yang dilakukan masyarakat
Indonesia, masyarakat Jogja, serta keluarga saya sendiri. Ada beberapa perilaku
yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat di bangsa kita. Walaupun terlihat
ringan namun selalu menjadi permasalahan yang berdampak besar pada masyarakat
sendiri. Banjir dan masa depan anak-anak yang buruk merupakan contoh dari
dampak hal-hal kecil yang biasa kita lakukan. Berikut ini adalah beberapa kegelisahan
saya.
Saya Gelisah dengan Pengendara Motor
Secara
tidak sadar saya suka mengamati perilaku manusia-manusia dimanapun dan kapan
pun, termasuk saat saya sedang dalam perjalanan ke Kampus 1 UTY Jombor. Sedikit
bercerita, saya adalah mahasiswa Sistem Komputer angkatan 2013 di Universitas
Teknologi Yogyakarta. Dari rumah saya di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,
saya sering menggunakan rute Ringroad Selatan lalu menuju Ringroad Barat yang
otomatis akan melintasi jalan Wates. Saya mengamati sangat banyak pengendara
sepeda motor yang sadar atau mungkin setengah sadar atau mungkin juga pura-pura
buta yang mencuri kenyamanan pejalan kaki dengan menggunakan trotoar untuk
mengatasi kemacetan yang sering terjadi di jalan tersebut. Secara tidak
disadari, sang pengendara motor tersebut
telah merampas hak penjalan kaki.
Padahal sudah tertulis di Peraturan Pemerintah Jalan Pasal 34 ayat (1),
ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya. Lebih lanjut, ruang manfaat jalan itu hanya diperuntukkan bagi
median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran jalan, trotoar,
lereng ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan,
dan bangunan pelengkap lainnya. [Pasal
34 ayat(3) PP Jalan]. Ditegaskan pada ayat (4) yang berbunyi :
“Trotoar sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi
lalu lintas pejalan kaki”
Lalu siapa lagi yang harus disalahkan? Apakah pemerintah jogja yang
gagal menagtasi kemacetan yang sering terjadi disana, sehingga banyak
pengendara motor yang tega mengambil hak pejalan kaki? Saya kira tidak, karena
menurut saya sebak-baiknya kepemerintaan suatu daerah tidak akan merubah apapun
dari daerah tersebut jika penduduknya tidak mendukung upaya pemerintahan
tersebut. Lalu, kapankah masyarakat kita akan sadar tentang hak orang lain
tersebut?
Untuk mengatasi hal ini, masyarakat kita harus peka tentang kenyamanan
orang lain menggunakan fasilitas umum. Lebih peduli dengan orang lain dan
merubah pola pikir masyarakat kita. Serta adanya komunikasi yang baik antara
pemerintah dan masyarakat dengan mensosialisasikan tentang hal ini dan
menjadikan budaya baru bagi masyarakat kita yang lebih peduli akan kenyamanan
orang lain.
Saya Gelisah dengan Sampah yang Selalu Ada di Setiap Mata Memandang
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indoesia sampah dapat diartikan barang atau benda yang dibuang
karena tidak terpakai lagi dan sebagainya.Sebenarnya jika membahas sampah ada
berbagai jenis macamnya, seperti sampah masyarakat dan sampah visual. Namun
jika menurut kaca mata ilmu biologis sampah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1.
Sampah Organik yang berarti sampah yang berasal
dari alam. Contohnya adalah daun kering,
sisa makanan, kotoran hewan kotoran manusia.
2.
Sampah Anorganik yang berarti sampah sisa
manusia yang sulit diuraikan bakteri sehingga memerlukan waktu yang sangat
lama(hingga ratusan tahun) untuk dapat terurai. Contohnya plastik dan kaleng
minuman ringan.
Namun pada kenyataannya jangankan membedakan sampah anorganik dengan
sampah organik, membuang sampah pada tempatnya yang diajarkan ibu guru TK dan
PAUD kita saja tidak sanggup. Masyarakat kita masih sangat menyepelekan tentang
masalah ini.
Menurut pengamatan saya, barang yang paling sering dibuang sembarangan
adalah puntung rokok. Selain asap dari rokok yang sudah jelas dapat
mengakibatkan kanker pada diri sendiri dan orang lain, puntung bekas rokok juga
menjadi masalah sendiri pada lingkungan. Karna menurut penelitian, membutuhkan
waktu selama 10(sepuluh) tahun agar puntung rokok dapat terurai. Dan jika
puntung rokok tersebut harus terurai oleh tanah, maka tanah tersebut akan
tercemar oleh bahan kimia yang terdapat didalam puntung rokok tersebut.
Saya termasuk mahasiswa yang aktif di organisasi jurusan saya yang
otomatis harus sering bolak-balik kampus 1 dan kampus 2 UTY. Ketika di kampus 2
saya sering duduk untuk sekedar melepas penat di dekat yang katanya kolam ikan,
namun bagi saya kolam tersebut bukan kolam ikan, melainkan kolam rokok karna
cukup banyak puntung rokok yang sengaja dibuang tuannya ke dalam kolam
tersebut. Saya yakin kolam yang bersandingan dengan pohon-pohon besar tersebut
dirancang oleh sang arsitektur untuk menghias dan mempercantik kampus 2
tercinta, dan bukan sebagai tempat pembuangan puntung rokok. Dengan dibuangnya
puntung rokok ke dalam kolam, maka status si puntung rokok memiliki dua macam
jenis. Yaitu sampah anorganik karna sulit diuraikan alam dan sampah visual
karna menggangu view kampus tersebut.
Saya piker inilah perbedaan mahasiswa Indonesia dengan mahasiswa Singapura… to
be Continue





